Saturday, December 13, 2008

Manajemen Stress

Bukan berat Beban yang membuat kita Stress, tetapi lamanya kita memikul beban tersebut. - Stephen Covey -

Pada saat memberikan kuliah tentang Manajemen Stress, Stephen Covey mengangkat segelas air dan bertanya kepada para siswanya: "Seberapa berat menurut anda kira segelas air ini?" Para siswa menjawab mulai dari 200 gr sampai 500 gr. "Ini bukanlah masalah berat absolutnya, tapi tergantung berapa lama anda memegangnya." kata Covey. "Jika saya memegangnya selama 1 menit, tidak ada masalah. Jika saya
memegangnya selama 1 jam, lengan kanan saya akan sakit. Dan jika saya memegangnya selama 1 hari penuh, mungkin anda harus memanggilkan ambulans untuk saya. Beratnya sebenarnya sama, tapi semakin lama saya memegangnya, maka bebannya akan semakin berat."

"Jika kita membawa beban kita terus menerus, lambat laun kita tidak akan mampu membawanya lagi. Beban itu akan meningkat beratnya." lanjut Covey. "Apa yang harus kita lakukan adalah meletakkan gelas tersebut, istirahat sejenak sebelum mengangkatnya lagi". Kita harus meninggalkan beban kita secara periodik, agar kita dapat lebih segar dan mampu membawanya lagi. Jadi sebelum pulang ke rumah dari
pekerjaan sore ini, tinggalkan beban pekerjaan. Jangan bawa pulang. Beban itu dapat diambil lagi besok. Apapun beban yang ada dipundak anda hari ini, coba tinggalkan sejenak jika bisa. Setelah beristirahat nanti dapat diambil lagi. Hidup ini singkat, jadi cobalah menikmatinya dan memanfaatkannya...!!
Hal terindah dan terbaik di dunia ini tak dapat dilihat, atau disentuh, tapi dapat dirasakan jauh di relung hati kita.
Start the day with smile and have a good day ,,,

Jangan Melangkah Setengah Hati

Namanya Abu Qais. Seorang kepala suku di kampung Madinah.
Saat itu ia tak kunjung menerima islam.Bukan karena ia tak mengerti karena ia tidak saja seorang kepala suku yang pintar namun juga penyair yang ulung dan tokoh yang disegani. Ia juga menolak menjadi yahudi dan nasrani.Baginya menjadi orang yang "hanifiyyun" (orang yang baik) saja sudah cukup.
Sudah begitu, dedengkot kaum munafik, Abdullah bin Ubay terus saja mempengaruhinya untuk tidak menerima islam. Hari-hari terus berlalu. Bahkan ketika kota Mekkah ditaklukkan Rasulullah, Abu Qais masih setengah hati untuk mau menerima islam. Sampai akhirnya, ia berjanjiakan masuk islam tahun depan. Tetapi apa lacur? Satu bulan kemudian, ia meninggal,menemui ajal yang tak pernah ia sangka kapan datangnya. Ini kisah tentang keputusan setengah hati yang membawa bencana. Bagaimana tidak ? Adakah bencana yang lebih bencana dari mati tidak sebagai muslim? Dari menolak cahaya islam yang sudah di pelupuk mata?.
Hidup adalah pilihan. Pilihan yang harus kita putuskan.
Selalu ada implikasi dari setiap keputusan kita. Implikasi bahagia atau sengsara,
pahit atau manis, bahkan surga atau neraka. Waktu berjalan begitu cepat. Kehidupan tidak memberi ruang yang istimewa bagi segala keputusan yang setengah hati. Setiap kita punya titian hidup yang berbeda. Tetapi segalanya bertumpu pada satu hal;
keputusan yang sepenuh hati untuk bertindak, dengan keyakinan yang benar, waktu yang tepat dan perhitungan yang cermat.

Pertolongan Allah akan datang ketika hati ini sudah bulat dengan usaha dan perjuangan.
Maju mundur menyebabkan kita mudur dan tidak pernah maju.
Ini memang tidak mudah. Tetapi untuk kepentingan apapun-terlebih untuk meniti jalan hidup keislaman- tidak ada waktu dan tempat untuk sebuah keputusan yang setengah hati.
Kita harus mencoba. Karena tak ada pilihan lagi selain itu. " Ya Allah aku memohon agar Engkau pilihkan dengan ilmuMu.."


"Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah pada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya"
(QS. Ali Imran : 159)

Wednesday, December 10, 2008

Tersenyumlah

Sosok yang sering tersenyum akan lebih mudah untuk sukses dibandingkan dengan yang lain karena ia lebih dapat menaklukkan hati orang lain.

Rasulullah adalah orang yang paling banyak tersenyum dan tertawa di hadapan para sahabat beliau. Bahkan, beliau menjadikan senyum sebagai ibadah yang digunakan untuk menyembah Allah sebagaimana sabdanya,
" Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah"

" Bagaimana seorang muslim tidak tersenyum sementara dia telah meridhai Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad SAW sebagai nabinya ? Bagaimana ia tidak tersenyum sementara burung-burung bernyanyi, merpati berdendang, matahari bersinar, bulan bercahaya indah, pagi hari datang dalam terang cahaya dan hujan datang di balik awan di langit? Bagaimana ia tidak tersenyum, sementara angin sepoi bertiup, daun-daun gemerisik, air jatuh diantara bebatuan mendendangkan lagu cinta dan keindahan?

Jiwa yang selalu tersenyum akan melihat kesulitan dengan tenang, untuk kemudian mengalahkan kesulitan itu dengan tersenyum pula. Sedangkan jiwa yang cemberut ketika melihat kesulitan ia membesar-
besarkannya, kemudian ia lari darinya dan berlindung di kepompongnya dan selalu beralasan dengan kata-kata " seandainya", "jika" dan "kalau". Padahal zaman yang ia cela itu tidak lain adalah hasil dari temperamen dan pendidikannya.

Tidak ada yang membuat jiwa dan wajah anda cemberut selain keputus-asaan. Maka jika anda ingin tersenyum, perangilah keputusasaan itu. Kesempatan dan pintu keberhasilan masih akan selalu terbuka luas bagi manusia. Dan selalu berpikirlah positif akan kebaikan dan kesuksesan kita di masa depan.


==

" Seseorang bertanya kepada seorang ulama ahli fikih, " Jika saya membuka baju saya dan masuk ke sungai untuk mandi, apakah saya harus menghadap kiblat atau ke arah lain ? " Ulama itu menjawab, " Menghadaplah ke arah bajumu yang engkau buka tadi agar tidak hilang."

==

Suatu hari, seseorang berpapasan dengan Asy'ab yang sedang membawa keledainya. Lalu sambil bercanda orang tersebut berkata, " Wahai Asy'ab, saya sudah kenal dengan keledaimu, tapi saya belum kenal denganmu. Maka Asy'ab menjawab, tidak heran, karena sesama keledai biasanya saling mengenal"